01 Fajar Kebudayaan
Kawasan Asia Tenggara pada masa protosejarah sebenarnya merupakan wilayah yang dinamis dalam perkembangan kebudayaannya. Wilayah tersebut merupakan terminal migrasi bangsa yang datang dari arah Asia kontinental. Dalam upaya menempati wilayah yang baru saja dihuni, manusia migran dari daratan Asia mengembangkan kebudayaannya yang akan menjadi dasar perkembangan kebudayaan Asia Tenggara hingga kini.
Setelah beberapa ratus abad bermukim di daratan Asia Tenggara, orang-orang yang kemudian mengembangkan kebudayaan Austronesia tersebut, sebagian ada yang melanjutkan migrasinya ke wilayah kepulauan, menyebar ke arah kepulauan Nusantara dan juga Filipina, bahkan terus berlanjut ke arah pulau-pulau di Samudera Pasifik. Menurut Robert von Heine Geldern, migrasi ke arah wilayah kepulauan terjadi dalam dua tahap, yaitu:
- Tahap pertama berlangsung dalam kurun waktu antara 2500--1500 SM
- Tahap kedua berlangsung dalam kurun waktu yang lebih muda antara 1500—500 SM (Von Heine Geldern 1932 and 1936; Soejono 1984: 206--208).
Kesimpulan tersebut didasarkan kepada berbagai
penemuan arkeologi, antara lain monument-monumen dari tradisi megalitik
yang tersebar di berbagai wilayah Asia Tenggara termasuk di Indonesia.
Kajian megalitik menunjukkan bahwa di masa silam terjadi dua gelombang
migrasi dari Asia Tenggara daratan seraya membawa hasil-hasil
kebudayaan megalitiknya. Gelombang pertama menghasilkan kebudayaan
megalitik tua dengan cirinya selalu menggunakan batu-batu alami besar,
sedikit pengerjaan pada batu, dan minimnya ornament. Dalam gelombang
kedua migrasi dihasilkan kebudayaan megalitik muda yang mempunyai
cirri, batu-batu tidak selalu berukuran besar, telah banyak pengerjaan
pada batu, dan juga telah banyak digunakan ornamen dengan beragam
bentuknya. Megalitik muda itu telah menempatkan nenek moyang
bangsa-bangsa Asia Tenggara dalam era proto-sejarah. Bersamaan dengan
berkembangnya kebudayaan megalitik muda, kemahiran mengolah bijih logam
telah maju, sehingga masa itu juga telah dihasilkan benda-benda dari
perunggu dan besi.
*Artikel ini ditulis oleh: Dr.Agus Aris Munandar: Departemen Arkeologi FIB UI