02 Kebudayaan Austronesia
Para ahli dewasa ini menyatakan bahwa migrasi orang-orang Austronesia kemungkinan terjadi dalam era yang jauh lebih tua, migrasi itu telah berlangsung mulai kurun waktu 6000 SM hingga awal tarikh Masehi. Akibat mendapat desakan dari pergerakan bangsa-bangsa di Asia Tengah, orang-orang pengembang kebudayaan Austronesia bermigrasi dan akhirnya menetap di wilayah Yunnan, salah satu daerah di Cina Selatan. Kemudian berangsur-angsur mereka menyebar memenuhi seluruh daratan Asia Tenggara hingga mencapai pantai. Selama kehidupannya di wilayah Asia Tenggara daratan sambil mengembangkan kebudayaannya yang diperoleh dalam pengalaman kehidupan mereka.
Pada sekitar tahun
3000-2500 BC, orang-orang Austronesia mulai berlayar menyeberangi
lautan menuju Taiwan dan kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia
berlangsung terus hingga tahun 2500 SM mereka mulai memasuki Sulawesi,
Kalimantan dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Dalam sekitar tahun
2000 SM kemungkinan mereka telah mencapai Maluku dan Papua. Dalam masa
yang sama itu pula orang-orang Austronesia dari daratan Asia Tenggara
berangsur-angsur memasuki Semenanjung Malaysia dan pulau-pulau bagian
barat Indonesia. Migrasi ke arah pulau-pulau di Pasifik berlanjut terus
hingga sekitar tahun 500 SM hingga awal dihitungnya tarikh Masehi.
Ketika
migrasi telah mulai jarang dilakukan, dan orang-orang Austronesia
telah menetap dengan ajeg di beberapa wilayah Asia Tenggara, terbukalah
kesempatan untuk lebih mengembangkan kebudayaan secara lebih baik
lagi. Berdasarkan temuan artefaknya, dapat ditafsirkan bahwa antara
abad ke-5 SM hingga abad ke-2 M, terdapat bentuk kebudayaan yang
didasarkan kepada kepandaian seni tuang perunggu, dinamakan Kebudayaan
Dong-son. Penamaan itu diberikan atas dasar kekayaan situs Dong-son
dalam beragam artefaknya, semuanya artefak perunggu yang ditemukan dalam
jumlah besar dengan bermacam bentuknya. Dong-son sebenarnya nama situs
yang berada di daerah Thanh-hoa, di pantai wilayah Annam (Vietnam
bagian utara). Hasil-hasil artefak perunggu yang bercirikan ornament
Dong-son ditemukan tersebar meluas di hampir seluruh kawasan Asia
Tenggara, dari Myanmar hingga kepulauan Kei di Indonesia timur.
Bermacam
artefak perunggu yang mempunyai ciri Kebudayaan Dong-son, contohnya
nekara dalam berbagai ukuran, moko (tifa perunggu), candrasa (kampak
upacara), pedang pendek, pisau pemotong, bejana, boneka, dan kampak
sepatu. Ciri utama dari artefak perunggu Dong-son adalah kaya dengan
ornamen, bahkan pada beberapa artefak hampir seluruh bagiannya penuh
ditutupi ornamen. Hal itu menunjukkan bahwa para pembuatnya,
orang-orang Dong-son (senimannya) memiliki selera estetika yang tinggi
(Wagner 1995: 25—26). Kemahiran seni tuang perunggu dan penambahan
bentuk ornamen tersebut kemudian ditularkan kepada seluruh seniman
sezaman di wilayah Asia Tenggara, oleh karenanya artefak perunggu
Dong-son dapat dianggap sebagai salah satu peradaban pengikat
bangsa-bangsa Asia Tenggara.
Seorang ahli
sejarah Kebudayaan bernama J.L.A.Brandes pernah melakukan kajian yang
mendalam tentang perkembangan kebudayaan Asia Tenggara dalam masa
proto-sejarah. Brandes menyatakan bahwa penduduk Asia Tenggara daratan
ataupun kepulauan telah memiliki 10 kepandaian yang meluas di awal
tarikh Masehi sebelum datangnya pengaruh asing, yaitu:
- Telah dapat membuat figur boneka
- Mengembangkan seni hias ornamen
- Mengenal pengecoran logam
- Melaksanakan perdagangan barter
- Mengenal instrumen musik
- Memahami astronomi
- Menguasai teknik navigasi dan pelayaran
- Menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan pengetahuan
- Menguasai teknik irigasi
- .Telah mengenal tata masyarakat yang teratur
Pencapaian peradaban tersebut dapat diperluas lagi setelah
kajian-kajian terbaru tentang kebudayaan kuno Asia Tenggara yang telah
dilakukan oleh G.Coedes. Beberapa pencapaian manusia Austronesia
penghuni Asia Tenggara sebelum masuknya kebudayaan luar.
Di bidang kebudayaan materi telah mampu:
- Kemahiran mengolah sawah, bahkan dalam bentuk terassering dengan teknik irigasi yang cukup maju
- Mengembangkan peternakan kerbau dan sapi
- Telah menggunakan peralatan logam
- Menguasai navigasi secara baik
Pencapaian di bidang sosial
- Menghargai peranan wanita dan memperhitungkan keturunan berdasarkan garis ibu
- Mengembangkan organisasi sistem pertanian dengan pengaturan irigasinya
Pencapaian di bidang religi:
- Memuliakan tempat-tempat tinggi sebagai lokasi yang suci dan keramat
- Pemujaan kepada arwah nenek moyang/leluhur (ancestor worship)
- Mengenal penguburan kedua (secondary burial) dalam gentong, tempayan, atau sarkopagus.
Dalam hal religi penduduk kepulauan Indonesia masa itu mengenal upacara pemujaan kepada arwah nenek moyang (ancestor worship). Kekuatan supernatural yang dipuja umumnya adalah arwah pemimpin kelompok atau ketua suku yang telah meninggal. Sebagai sarana pemujaannya didirikan berbagai monumen megalitik, antara lain punden berundak, menhir, dolmen, kubur batu, batu temu gelang, dan lain-lain.
Mempercayai mitologi dalam binary, kontras antara gunung-laut, gelap-terang, atas-bawah, lelaki-perempuan, makhluk bersayap, makhluk yang hidup dalam air, dan seterusnya (Hall 1988: 9).
Dalam
pada itu kesatuan budaya bangsa Austronesia di Asia Tenggara lambat
laun menjadi memisah, membentuk jalan sejarahnya sendiri-sendiri.
Menurut H.Th.Fischer, terjadinya bangsa dan aneka suku bangsa di Asia
Tenggara disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Telah ada perbedaan induk bangsa dalam lingkungan orang Austronesia sebelum mereka melakukan migrasi.
- Setelah bermigrasi mereka tinggal di daerah dan pulau-pulau yang berbeda, lingkungan yang tidak seragam, dan kemampuan adaptasi budaya mereka dengan alam setempat.
- Dalam waktu yang cukup lama setelah bermigrasi mereka jarang melakukan komunikasi antarasesamanya (Fischer 1980: 22-25).
Berdasarkan
ketiga hal itulah sub-sub bangsa Austronesia terbentuk, mereka ada
ratusan yang tinggal di kepulauan Indonesia, puluhan di Filipina,
Malaysia, dan Myanmar, dan yang lainnya ada yang menetap di Kamboja,
Thailand, Laos, Vietnam, Brunei, dan Singapura. Sebenarnya terdapat
beberapa hal lainnya yang menjadikan bangsa Austronesia terbagi dalam
sub-sub bangsa, yaitu (a) adanya pengaruh asing yang berbeda-beda
memasuki kebudayaan yang mereka usung, dan (b) adanya penjajahan
bangsa-bangsa barat di wilayah Asia Tenggara dengan karakter dan
rentang waktu yang berbeda pula. Demikianlah pada masa yang sangat
kemudian terbentuklah bangsa-bangsa Asia Tenggara yang mempunyai
kebudayaan dengan aneka coraj bentuknya, namun apabila ditelusuri bentuk
awalnya niscaya dari bentuk kebudayaan Austronesia yang telah
mengalami akulturasi selama berabad-abad dengan berbagai kebudayaan
luar yang datang.